Mayoritas orang tua tentunya menginginkan anak-anaknya kelak menjadi sosok manusia yang baik, taat, berbakti, dan semisalnya.
Sekian macam langkah dilakukan oleh para orang tua demi mewujudkan harapannya tersebut.
Bahkan,
tidak sedikit pula yang sampai mengikuti seminar-seminar tentang
pendidikan anak (baik seminar dgn pembicara Muslim maupun kafir).
Sebagai
seorang Muslim yang beriman kepada Al Qur’an, walhamdulillaah, telah
Allah Ta’ala berikan salah satu contoh nyata tentang bagaimana
langkah-langkah di dalam pendidikan anak.
Dan
hal ini secara khusus dan berurutan telah dijelaskan di dalam surat
Luqmaan (surat ke 31), terkhusus mulai ayat 12 sampai ayat 19.
Hanya
saja, kebanyakan dari kita sebagai seorang Muslim justru enggan atau
bahkan acuh tak acuh terhadap pengajaran yang Allah Ta’ala berikan ini.
Sebagian
dari kita justru lebih banyak mengoleksi buku-buku pendidikan anak yang
notabene berasal dari hasil tulisan orang-orang kafir ataupun
orang-orang yang tidak jelas keimanannya.
Lantas, mengapa justru kita tidak mengambil saja apa yang telah dijelaskan di dalam Al Qur’an ???
Tidakkah kita mau mengambil hikmah ini wahai Saudaraku ???
A.
Surat Luqmaan ini Allah Ta’ala awali dengan peringatan bagi umat
manusia yaitu menerangkan bahwa Al Qur’an ini merupakan hikmah,
petunjuk, dan rohmat bagi orang-orang yang muhsinin yaitu orang-orang
yang berbuat amal-amal sholih.
Berikut ini ayatnya 1-5 :
سُوۡرَةُ لقمَان
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
الٓمٓ
تِلۡكَ ءَايَـٰتُ ٱلۡكِتَـٰبِ ٱلۡحَكِيمِ
هُدً۬ى وَرَحۡمَةً۬ لِّلۡمُحۡسِنِينَ
ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُم بِٱلۡأَخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ
أُوْلَـٰٓٮِٕكَ عَلَىٰ هُدً۬ى مِّن رَّبِّهِمۡۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
1. Alif Laam Miim,
2. Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmah,
3. menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan,
4. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat.
5. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
B.
Kemudian, tatkala mengawali kisah tentang Luqman (beliau adalah seorang
hamba Allah yang sholih_sebagian riwayat menyebutkan bahwa beliau
adalah bekas budak dari Habasyi/Ethiopia) diceritakan bahwa hikmah yang
awal kali Allah berikan kepadanya adalah perintah untuk senantiasa
bersyukur kepada Allah Ta’ala yang merupakan Dzat yang telah memberikan
segala macam kenikmatan kepada kita sejak kita masih berupa nuthfah di
dalam rahim ibu kita.
Berikut ini ayatnya :
وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا لُقۡمَـٰنَ ٱلۡحِكۡمَةَ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِلَّهِۚ وَمَن يَشۡڪُرۡ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيد
Ayat
12 : Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:
“Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji.”
Dari
ayat ini bisa pula diambil faedah bagi pasangan suami istri yang belum
dikarunia anak untuk juga tetap senantiasa bersyukur kepada Allah
Ta’ala. Di sini terdapat bentuk keindahan Al Qur’an. Ketika Allah akan
menceritakan tentang pendidikan anak, maka diingatkan dulu agar manusia
(para orang tua) untuk bersyukur kepada nikmat-2 Allah. Sehingga,
tatkala ada orang tua yg belum dikaruniai anak oleh Allah membaca ayat
ini, maka ia akan senantiasa ingat untuk bersyukur kepada nikmt-nikmat
Allah yang lainnya sehingga ia tidak terjatuh ke dalam bentuk
ketidakpuasan terhadap taqdir Allah kepadanya. Subhanallooh.
C.
Lalu, ketika Luqman Al Hakim ini mengajarkan perkara-perkara penting
kepada anaknya, maka diawali dengan perintah untuk senantiasa
mentauhidkan Allah dan tidak mensekutukanNya di dalam peribadatan
apapun bentuknya. Dan kalau kita perhatikan susunan ayat-ayatnya, maka
hal tersebut merupakan susunan urut-urutan yang diawali dengan perkara
yang paling penting kepada perkara penting lainnya. Di sini juga
terletak contoh keindahan bahasa Al Qur’an.
Berikut ini ayatnya :
وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَـٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُ ۥ يَـٰبُنَىَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٌ۬
Ayat
13 : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: “Wahai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezhaliman yang besar.”
Dari
ayat ini, kita ketahui pula bahwa da’wah yang pertama kali harus kita
tanamkan kepada orang lain (termasuk anak-anak kita) adalah da’wah
untuk mentauhidkan Allah dan memperingatkan manusia untuk tidak berbuat
syirik kepada Allah Ta’ala.
Hal
ini tentunya sangat jauh berbeda dengan sebagian kelompok da’wah yang
mana mereka ada yang memulai da’wah mereka dengan perbaikan hati
(jagalah hati), atau dengan dzikir jama’i, atau dengan shodaqoh, atau
dengan perbaikan akhlaq, atau dengan perbaikan melalui jalur politik,
atau perbaikan melalui jalur ekonomi, atau lainnya. Tidak kita pungkiri
bahwa hal-hal ini adalah perkara penting yang juga diatur did alam
Islam. Hanya saja, apakah demikian caranya di dalam memulai awal suatu
da’wah ??? Berpikirlah wahai orang-orang yang berakal….
D.
Setelah Allah perintahkan untuk mentauhdikanNya, maka dilanjutkan
dengan perkara berikutnya yaitu berbuat baik kepada orang tua meskipun
orang tuanya adalah kafir/musyrik (hanya saja, perintah berbakti kepada
orang tua terbatas pada hal-hal yang ma’ruf)
Beikut ini ayatnya :
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَٲلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُ ۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٍ۬ وَفِصَـٰلُهُ ۥ فِى عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡڪُرۡ لِى وَلِوَٲلِدَيۡكَ إِلَىَّ ٱلۡمَصِيرُ
وَإِن جَـٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِى مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌ۬ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا فِى ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفً۬اۖ وَٱتَّبِعۡ سَبِيلَ مَنۡ أَنَابَ إِلَىَّۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَأُنَبِّئُڪُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
Ayat
14: Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada
kedua orang tua; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam waktu dua tahun. Bersyukurlah
kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Ayat
15: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.
Di
dalam ayat ini terdapat faedah pula bahwa terhadap orang tua yang telah
banyak memberikan kebaikan kepada anak, maka sudah sepantasnya untuk si
anak tersebut membalas kebaikan orang tuanya dengan berbuat baik kepada
orang tua sebagai wujud rasa syukur kepada Allah dan kedua orang tua.
Semua manusia (baik yang Muslim maupun yang kafir) tentunya akan
sepakat bahwa sudah sepatutnya bagi setiap anak untuk berbuat baik dan
berbakti kepada orang tua. Lantas, apabila demikian keadaannya terhadap
orang tua, maka tentunya sudah pasti seluruh manusia pun sudah
sepatutnya untuk berbakti kepada Allah sebagai wujud rasa syukur kepada
Allah yang telah melimpahkan kenikmatan-kenikmatan kepada seluruh
makhluqNya melebihi apa yang telah diberikan orang tua terhadap
anaknya. Oleh karena itu, tidakkah kalian menyadari hal ini wahai
orang-orang yang berakal ???
Selanjutnya,
di dalam ayat ini pula terdapat faedah bahwa perintah berbakti kepada
orang tua hanyalah dalam perkara yang ma’ruf. Sehingga, apabila orang
tua ada yang memerintahkan kepada anaknya dalam perkara yang merupakan
maksiat kepada Allah Ta’ala, maka tidak boleh bagi si anak untuk
menta’atinya. Akan tetapi, tetap wajib bagi si anak untuk bergaul
kepada orang tuanya di dunia ini dengan pergaulan yang baik.
Semisal
dengan hal ini adalah bentuk keta’atan seorang rakyat kepada
pemimpinnya. Semua rakyat wajib untuk menta’ati pemimpinnya yang Muslim
dalam perkara yang ma’ruf. Apabila pemimpinnya memerintahkan kepada
perkara yg merupakan maksiat kepada Allah, maka tidak boleh bagi rakyat
untuk menta’atinya. Akan tetapi, tetap wajib bagi rakyat untuk bergaul
dengan pemimpinnya di dunia ini dengan pergaulan yang baik yakni dengan
tidak memberontak kepada pemimpinnya.
Hal
ini tentunya pula bertentangan dengan sebagian kaum Muslimin yang
demikian mudahnya memberontak kepada para pemimpin mereka hanya
dikarenakan kekeliruan yang diperbuat oleh pemimpin mereka. Padahal,
apabila diteliti lebih jauh, kekeliruan yang dilakukan tersebut
tidaklah segampang itu disebut sebagai kekeliruan yang mengeluarkan
pemimpin tadi dari keIslaman. Semoga Allah memperbaiki kondisi kaum
Muslimin.
E.
Setelah perintah berbakti kepada orang tua, lalu diajarkan kepada anak
untuk senantiasa memiliki rasa muroqobah (merasa selalu diawasi oleh
Allah) karena salah satu sifat Allah adalah Al Lathiiful Khobiir (Maha
Halus lagi Maha Mengetahui) . Karena, dengan munculnya sikap muroqobah
terhadap seorang anak, maka hal ini merupakan fungsi kontrol yang
paling baik bagi diri si anak tersebut meskipun ia dalam kondisi
seorang diri di kegelapan malam.
Berikut ini ayatnya :
يَـٰبُنَىَّ إِنَّہَآ إِن تَكُ مِثۡقَالَ حَبَّةٍ۬ مِّنۡ خَرۡدَلٍ۬ فَتَكُن فِى صَخۡرَةٍ أَوۡ فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ أَوۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ يَأۡتِ بِہَا ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ۬
Ayat
16 : (Luqman berkata): “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau
di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Dengan
tertanamnya sikap ini dengan kokoh, maka si anak akan menjadi sosok
yang akan senantiasa mawas diri baik ketika berada di sisi orang tua
maupun ketika seorang diri. Oleh karena itulah, sebagian ‘ulama ada yg
berkata secara makna : “apabila
engkau seorang diri, maka janganlah engkau mengatakan “aku sedang
sendirian”. Akan tetapi katakanlah: “aku sedang diawasi” “
Sehingga,
tatkala si anak ingin melakukan perkara kejelekan sekecil apapun, maka
ia akan mawas diri dan yakin bahwa bila ia melakukan kejelekan maka
Allah kelak akan membalasnya dengan adzab yg pedih, yang pada akhirnya
si anak tersebut tidak jadi untuk berbuat kejelekan. Dan demikian pula
sebaliknya, bila ia berbuat kebajikan sekecil apapun, maka ia akan
tetap semangat utk menambah kebajikannya karena ia yakin bahwa Allah
akan membalasnya dengan surga yg penuh kenikmatan, meskipun seluruh
manusia mencelanya.
F.
Kemudian, dilanjutkan dengan perintah untuk menuntut ilmu sebagai
sarana untuk melakukan ibadah-ibadah secara benar serta bersabar di
dalamnya..
Berikut ini ayatnya :
يَـٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَۖ إِنَّ ذَٲلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ
Ayat
17 : Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian
itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Mungkin
ada yang bertanya, dari mana bisa diambil faedah tentang perintah
menuntut ilmu padahal ayat tersebut tidak secara tegas
menyebutkannya??? Jawabannya, bahwa perintah pada ayat tersebut adalah
mendirikan sholat (aqimishsholaah), dan memerintahkan kepada yg ma’ruf
(wa’mur bil ma’ruuf), dan mencegah dari perkara yg mungkar (wa anha
‘anil munkar). Perintah mendirikan sholat berarti hanya sekedar
melakukan sholat semata, akan tetapi melakukan sholat dengan benar
dengan segala macam tatacaranya. Dan untuk bisa mendirikan sholat
dengan benar, tentunya mau tidak mau harus mengetahui apa saja
syarat-2nya, rukun-2nya, wajib-2nya, dan lainnya. Dan untuk mengetahui
hal-hal tersebut, maka mau tidak mau pula maka harus melalui proses
menuntut ilmu agama secara benar.
Demikian
pula dengan amalan ibadah amar ma’ruf nahi munkar. Tentunya, tidaklah
mungkin seseorang bisa beramar ma’ruf nahi munkar dengan tanpa modal
ilmu. Oleh karena itulah, hendaknya orang tua semangat untuk memberikan
dorongan menuntut ilmu bagi si anak dan juga dirinya sendiri.
Ironisnya,
saat ini kita lihat betapa banyaknya umat Islam yang ahli di dalam
perkara-perkara dunia akan tetapi terhadap tata cara wudhu’ dan sholat
pun ia tidak mengetahuinya. Padahal, bisa jadi ia adalah seorang yang
bergelar S1, S2, S3, Professor did alam ilmu-ilmu duniawi, akan tetapi
sayangnya terhadap ilmu agamanya yang sehari-hari ia kerjakan pun ia
tidak mengetahuinya. Walloohul Musta’an.
Selanjutnya,
setelah seseorang telah mampu berilmu dan beramal kebaikan, maka
hendaknya ia bersabar terhadap hal-hal yang akan menimpanya. Dinukil
dari sebagian riwayat secara makna bahwa suatu saat Luqman berjalan
menaiki keledai didampingi anaknya berjalan kaki memasuki pasar. Ketika
dilihat oleh orang-orang di pasar, ada yang mencelanya mengatakan:
“sungguh orang tua yg tidak tau diri. Mengapa ia biarkan anaknya
berjalan kaki?” Kemudian, lalu Luqman turun dari keledainya dan
menaikkan anaknya ke atas keledai dan melanjutkan perjalanannya.
Ternyata ada lagi yang mencelanya seraya mengatakan: “sungguh anak yang
tidak tau berbakti, mengapa ia tega membiarkan ayahnya berjalan kaki?”.
Kemudian Luqman pun menaiki keledai bersama anaknya dan melanjutkan
perjalannya. Ternyata, ada lagi orang yang mencelanya mengatakan:
“sungguh teganya mereka, mengapa keledai yg kecil itu dinaiki oleh 2
orang?”. Kemudian, akhirnya Luqman dan anaknya pun turun dari keledai
dan berjalan sambil menuntun keledainya. Ternyata, masih saja ada yang
mencelanya seraya berkata: “sungguh bodoh mereka berdua, mengapa ia
biarkan keledainya tidak dinaiki?”.
Walhasil,
kemudian Luqman pun menasihati anaknya bahwa apapun yang dilakukan oleh
seseorang dari perkara kebaikan, maka pasti akan ada orang-orang yang
akan mencelanya. Sehingga hendaknya seseorang itu bersabar di dalam
menjalani keta’atan kepada Allah. Oleh karena itulah di ayat 17 ini
terdapat nasihat untuk bersabar terhadap apa yang kelak menimpa kita di
dalam menjalani keta’atan. Dan bagi yang sudah belajar utsuluts
tsalatsah nya karya Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rohimahullooh, maka
sungguh hal ini sangat sesuai dengan kandungan ayat ini yakni ber’ilmu
sebelum beramal, ber’amal, berda’wah (amar ma’ruf nahi munkar),
kemudian bersabar di atasnya. Subhanallooh. Dengan demikian pula,
sungguh telah keliru orang-orang yg menjelek-jelekkan Beliau dgn
sebutan membuat aliran baru “wahhabi”. Tidakkah mereka mau berpikir dgn
jernih ???
G.
Perintah selanjutnya adalah perintah untuk senantiasa bergaul dengan
manusia dengan baik, atau dalam kata lain adalah perbaikan akhlaq dan
adab.
Berikut ini ayatnya :
وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِى ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٍ۬ فَخُورٍ۬
وَٱقۡصِدۡ فِى مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٲتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ
Ayat
18 : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
Ayat 19 : Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Di dalam ayat ini terdapat beberapa contoh akhlaq dan adab yang luhur yaitu :
- Senantiasa rendah hati kepada manusia
- Bergaul dgn wajah yang baik terhadap manusia
- Berjalan di muka bumi dengan cara yang baik dan tidak menyombongkan diri
- Bersuara yang lunak di dalam berbicara
- Tidak berbicara dengan suara yang keras atau berteriak-teriak
Wahai
manusia, dengan sedikit saja penjelasan dari sedikit ayat di dalam Al
Qur’an di atas, masihkah kalian menganggap Islam sebagai agama yang
keras dan tidak beradab ???
Wahai
kaum Muslimin, dengan sedikit saja penjelasan dan pengajaran dari
sedikit ayat di dalam Al Qur’an di atas, masihkah kalian akan menoleh
kepada sumber-sumber rujukan selain Islam ???
Berpikirlah wahai orang-orang yang memiliki akal…!!!
Semoga sedikit tulisan ini bermanfaat.
~ Ringkasan secara makna dari khutbah Jum’at di
Masjid Darul Arqom Perumahan Babatan Indah Surabaya pada 16 Shofar 1432
H atau 21 Januari 2011 ~ ( dengan beberapa tambahan kata dari Akhuna
Abu Hamzah Penta Satriya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar