Al Ustadzah Ummu Abdirrohman Anisah bintu 'Imran
Banyak hal yang bisa dilakukan orang tua untuk mengungkapkan kasih
sayangnya kepada sang anak. Islam sebagai agama nan sempurna melalui
kisah Rasul-Nya banyak memberikan teladan dalam hal ini.
Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kasih sayang di dalam
qalbu ayah dan bunda, sehingga senantiasa menghiasi segala apa yang ada
antara ayah bunda dengan buah cinta mereka. Gambaran apa pun yang ada di
antara ayah-ibu dengan anak mereka, tak lain melambangkan kasih sayang
mereka. Sekeras apa pun tabiat sang ayah atau bunda, di sana tersimpan
kecintaan yang besar terhadap putra-putrinya.
Besarnya kasih sayang ini terlukis dari ungkapan lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika melihat seorang ibu di antara para tawanan. Kisah ini disampaikan oleh ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu:
قَدِمَ
عَلَى النَّبِيِّ صَلىَّ اللهَ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبِيٌّ ، فَإِذَا
امْرَأَةٌ مِنَ السَبِيِّ تّحْلُبُ ثَدَيْهَا تَسْقَى إِذَا وَجَدَتْ
صَبِيًّا فِي السَبِيِّ أَخَذَتْهُ فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا
وَأَرْضَعَتْهُ . فَقَالَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
أَتَرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةٌ وَلَدَهَا فِي النَّارِ؟ قُلْنَا : لاَ ،
وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لاَ تَطْرَحُهُ . فَقَالَ : لَلَّهُ أَرْحَمُ
بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا.
“Datang para tawanan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ternyata di antara para tawanan ada seorang wanita yang buah dadanya
penuh dengan air susu. Setiap dia dapati anak kecil di antara tawanan,
diambilnya, didekap di perutnya dan disusuinya. Maka Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah kalian menganggap wanita ini akan
melemparkan anaknya ke dalam api?” Kami pun menjawab, “Tidak. Bahkan dia
tak akan kuasa untuk melemparkan anaknya ke dalam api.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah lebih penyayang daripada wanita ini terhadap anaknya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5999)
Banyak hal yang bisa menjadi ungkapan kasih sayang. Pun yang demikian
tak ditinggalkan oleh syariat, hingga didapati banyak contoh dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bagaimana beliau mengungkapkan kasih sayang kepada anak-anak.
Satu contoh yang beliau berikan adalah mencium anak-anak. Bahkan beliau mencela orang yang tidak pernah mencium anak-anaknya.
Satu contoh yang beliau berikan adalah mencium anak-anak. Bahkan beliau mencela orang yang tidak pernah mencium anak-anaknya.
Kisah-kisah tentang ini bukan hanya satu dua. Di antaranya dituturkan oleh shahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
قَبَّلَ
رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيِّ
وَعِنْدَهُ الأَقْرَعُ بْنُ حَابِسِ التَّمِيْمِي جَالِسًا، فَقَالَ
الأَقْرَعُ : إِنَّ لِيْ عَشْرَةً مِنَ الوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ
أَحَدًا . فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: مَنْ لاَ يَرْحَمْ لاَ يُرْحَمْ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencium
Al-Hasan bin ‘Ali, sementara Al-Aqra’ bin Habis At-Tamimi sedang duduk
di sisi beliau. Maka Al-Aqra’ berkata, “Aku memiliki 10 anak, namun
tidak ada satu pun dari mereka yang kucium.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandangnya, lalu bersabda, “Siapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5997 dan Muslim no. 2318)
Para ulama menjelaskan bahwa ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini umum, mencakup kasih sayang terhadap anak-anak maupun selain mereka. (Syarh Shahih Muslim, 15/77)
Begitu pula yang diceritakan oleh istri beliau, ‘Aisyah bintu Abu Bakr radhiallahu ‘anhuma:
Begitu pula yang diceritakan oleh istri beliau, ‘Aisyah bintu Abu Bakr radhiallahu ‘anhuma:
جَاءَ
أَعْرَبِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :
تُقَبِّلُوْنَ الصِّبْيَانَ فَمَا نُقَبِّلُهُمْ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى
الله عليه وسلم: أَوَ أَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللهُ مِنْ قَلْبِكَ
الرَّحْمَةَ
“Seorang Arab gunung datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian mengatakan, “Kalian biasa mencium anak-anak, sedangkan kami tidak biasa mencium mereka.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Sungguh aku tidak memiliki kuasa apa pun atasmu jika Allah mencabut rasa kasih sayang dari qalbumu.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5998 dan Muslim no. 2317)
Itulah penekanan beliau, sementara gambaran kasih sayang kepada anak
yang lebih jelas dan lebih indah dari itu semua didapati dalam diri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau menyambut putrinya, Fathimah bintu Muhammad radhiallahu ‘anha. Peristiwa ini dilukiskan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah bintu Abu Bakr radhiallahu ‘anhuma:
مَا
رَأَيْتُ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ كَانَ أَشْبَهَ بِالنَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلاَمًا وَلاَ حَدِيْثًا وَلاَ جِلْسَةً مِنْ
فَاطِمَةَ . قَالَتْ : وَكَانَ النَّبْيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا رَآهَا قَدْ أَقْبَلَتْ رَحَّبَ بِهَا ، ثُمَّ قَامَ إِلَيْهَا
فَقَبَّلَهَا، ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهَا فَجَاءَ بِهَا حَتَّى يُجْلِسَهَا
فِي مَكَانِهِ، وَكَانَ إِذَا أَتَاهَا النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَحَّبَتْ بِهِ ، ثُمَّ قَامَتْ إِلَيْهِ فَأَخَذَتْ بِيَدِهِ
فَقَبَّلَتْهُ . وَأَنَّهَا دَخَلَتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلًَّمَ فِيْ مَرَضِهِ الَّذِي قُبِضَ فِيْهِ، فَرَحَّبَ
وَقَبَّلَهَا، وَأَسَرَّ إِلَيْهَا، فَبَكَتْ، ثُمَّ أَسَرَّ إِلَيْهَا،
فَضَحِكَتْ، فَقُلْتُ لِلنِّسَاءِ : إِنْ كُنْتُ لأَرَى أَنَّ لِهَذِهِ
الْمَرْأَةِ فَضْلاً عَلَى النِّسَاءِ، فَإِذَا هِيَ مِنَ النِّسَاءِ !
بَيْنَمَا هِيَ تَبْكِي إِذَا هِيَ تَضْحَكُ ! فَسَأَلْتُهَا : مَا قَالَ
لَكَ ؟ قَالَتْ : إِنِّي إِذًا لَبَذِرَةٌ ! فَلَمَّا قُبِضَ النَّبِيُّ
صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ : أَسَرَّ إِلَيَّ فَقَالَ :
(( إِنِّي مَيِّتٌ )) فَبَكَيْتُ ، ثُمَّ أَسَرَّ إِلَيَّ فَقَالَ : ((
إِنَّكِ أَوَّلَ أَهْلِي بِي لُحُوْقًا )) فَسَرَرْتُ بِذَلِكَ
فَأَعْجَبَنِي .
“Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih mirip dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bicara maupun duduk daripada Fathimah.” ‘Aisyah berkata lagi, “Biasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila melihat Fathimah datang, beliau
mengucapkan selamat datang padanya, lalu berdiri menyambutnya dan
menciumnya, kemudian beliau menggamit tangannya dan membimbingnya hingga
beliau dudukkan Fathimah di tempat duduk beliau. Demikian pula jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang
kepada Fathimah, maka Fathimah mengucapkan selamat datang pada beliau,
kemudian berdiri menyambutnya, menggamit tangannya, lalu mencium beliau.
Suatu saat, Fathimah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
ketika beliau menderita sakit menjelang wafat. Beliau pun mengucapkan
selamat datang dan menciumnya, lalu berbisik-bisik kepadanya hingga
Fathimah menangis. Kemudian beliau berbisik lagi padanya hingga Fathimah
tertawa. Maka aku berkata pada para istri beliau, ‘Aku berpandangan
bahwa wanita ini memiliki keutamaan dibandingkan seluruh wanita, dan
memang dia dari kalangan wanita. Dia tengah menangis, kemudian tiba-tiba
tertawa.’ Lalu aku bertanya kepadanya, ‘Apa yang beliau katakan padamu
saat itu?’ Fathimah menjawab, ‘Kalau aku mengatakannya, berarti aku
menyebarkan rahasia.’ Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
telah wafat, Fathimah berkata, ‘Waktu itu beliau membisikkan padaku:
Sesungguhnya aku hendak meninggal. Maka aku pun menangis. Kemudian
beliau membisikkan lagi: Sesungguhnya engkau adalah orang pertama yang
menyusulku di antara keluargaku. Maka hal itu menggembirakanku’.”
(Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no.725)
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, seorang shahabat yang senantiasa menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam melayaninya pun turut mengungkapkan bagaimana rasa sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada putranya yang lahir dari rahim Mariyah Al-Qibthiyyah radhiallahu ‘anha:
مَا
رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَرْحَمَ بِالعِيَالِ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صِلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ : كَانَ إِبْرَاهِيْمُ مُسْتَرْضِعًا لَهُ
فِي عَوَالِي الْمَدِيْنَةِ . فَكَانَ يَنْطَلِقُ وَنَحْنُ مَعَهُ .
فَيَدْخُلُ البَيْتَ وَإِنَّهُ لَيُدَّخَنُ . وَكَانَ ظِئْرُهُ قَيْنًا .
فَيَأْخُذُهُ فَيُقَبِّلُهُ ثُمَّ يَرْجِعُ
“Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih besar kasih sayangnya kepada keluarganya dibandingkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Anas berkata lagi, “Waktu itu, Ibrahim sedang dalam penyusuan di suatu
daerah dekat Madinah. Maka beliau berangkat untuk menjenguknya,
sementara kami menyertai beliau. Kemudian beliau masuk rumah yang saat
itu tengah berasap hitam, karena ayah susuan Ibrahim adalah seorang
pandai besi. Kemudian beliau merengkuh Ibrahim dan menciumnya, lalu beliau kembali.” (Shahih, HR. Muslim no. 2316)
Kisah ini menunjukkan kemuliaan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
serta kasih sayangnya terhadap keluarga dan orang-orang yang lemah.
Juga menjelaskan keutamaan kasih sayang terhadap keluarga dan anak-anak,
serta mencium mereka. Di dalamnya juga didapati kebolehan menyusukan
anak pada orang lain. Demikian dijelaskan oleh Al-Imam An-Nawawi. (Syarh Shahih Muslim, 15/76)
Kalaulah dibuka perjalanan para pendahulu yang shalih dari kalangan
shahabat radhiallahu ‘anhum, hal ini pun ditemukan di kalangan mereka.
Bahkan dilakukan oleh shahabat yang paling mulia, Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu. Ketika Abu Bakr radhiallahu ‘anhu tiba di Madinah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hijrah, dia mendapati putrinya, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha sakit panas. Al-Barra’ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu yang menyertai Abu Bakr saat menemui putrinya mengatakan:
فَدَخَلْتُ
مَعَ أَبِيْ بَكْرٍ عَلَى أَهْلِهِ، فَإِذَا عَائِشَةُ ابْنَتُهُ
مُضْطَجِعَةٌ قَدْ أَصَابَتْهَا حُمَّى، فَرَأَيْتُ أَبَاهَا يُقَبِّلُ
خَدَّهَا وَقَاَل : كَيْفَ أَنْتِ يَا بُنَيَّة ؟
“Kemudian aku masuk bersama Abu Bakr menemui keluarganya. Ternyata ‘Aisyah putrinya sedang berbaring, terserang penyakit panas. Maka aku melihat ayah ‘Aisyah mencium pipinya dan berkata, ‘Bagaimana keadaanmu, wahai putriku?‘.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 3918)
Inilah kasih sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
seorang ayah yang paling mulia di antara seluruh manusia. Tak
segan-segan beliau mendekap dan mencium putra-putri dan cucu-cucunya.
Begitu pun yang beliau ajarkan kepada seluruh manusia. Keberatan apa
lagikah yang menggayuti seseorang yang mengaku mengikuti beliau untuk
mengungkapkan kasih sayang di hatinya dengan pelukan dan ciuman kepada
anak-anaknya?
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar