Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
Adapun mengenai firman Allah Ta’ala,
{ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا } { وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ }
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”
(QS. Ath Tholaq: 2-3). Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah akan
menghilangkan bahaya dan memberikan jalan keluar bagi orang yang
benar-benar bertakwa pada-Nya. Allah akan mendatangkan padanya berbagai
manfaat berupa dimudahkannya rizki. Rizki adalah segala sesuatu yang
dapat dinikmati oleh manusia. Rizki yang dimaksud di sini adalah rizki
dunia dan rizki akhirat.
Sebagian orang mengatakan, “Orang yang
bertakwa itu tidak pernah merasa fakir sama sekali.” Lalu ada yang
bertanya, “Mengapa bisa begitu?” Ia menjawab, “Karena Allah Ta’ala berfirman:
{ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا } { وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ }
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)”
Kemudian
ada yang bertanya kembali, “Kami menyaksikan sendiri bahwa di antara
orang yang bertakwa, ada yang tidak punya apa-apa. Namun memang ada
sebagian lagi yang diberi banyak rizki.”
Jawabannya, ayat tersebut
menunjukkan bahwa orang yang bertakwa akan diberi rizki dari jalan yang
tak terduga. Namun ayat itu tidak menunjukkan bahwa orang yang tidak
bertakwa tidak diberi rizki. Bahkan setiap makhluk akan diberi rizki
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya”
(QS. Huud: 6). Bahkan hamba yang menerjang yang haram termasuk yang
diberi rizki. Orang kafir tetap diberi rizki padahal rizki itu boleh
jadi diperoleh dengan cara-cara yang haram, boleh jadi juga dengan cara
yang baik, bahkan boleh jadi pula diperoleh dengan susah payah.
Sedangkan
orang yang bertakwa, Allah memberi rizki pada mereka dari jalan yang
tidak terduga. Rizkinya tidak mungkin diperoleh dengan cara-cara yang
haram, juga tidak mungkin rizki mereka dari yang khobits (yang
kotor-kotor). Perlu diketahui bahwa orang yang bertakwa tidak mungkin
dihalangi dari rizki yang ia butuhkan. Ia hanyalah dihalangi dari materi
dunia yang berlebih sebagai rahmat dan kebaikan padanya. Karena boleh
jadi diluaskannya rizki malah akan membahayakan dirinya. Sedangkan
disempitkannya rizki malah mungkin sebagai rahmat baginya. Namun beda
halnya dengan keadaan manusia yang Allah ceritakan,
{ فَأَمَّا
الْإِنْسَانُ إذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ
فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ } { وَأَمَّا إذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ
عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ } { كُلًّا }
“Adapun
manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan
diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah
memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya
maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”. Sekali-kali tidak
(demikian).” (QS. Al Fajr: 15-16)
Senyatanya tidak demikian.
Belum tentu orang yang diluaskan rizkinya, ia berarti dimuliakan.
Sebaliknya orang yang disempitkan rizkinya, belum tentu ia dihinakan.
Bahkan boleh jadi seseorang dilapangkan rizki baginya hanya sebagai istidroj
(agar ia semakin terlena dengan maksiatnya). Begitu pula boleh jadi
seseorang disempitkan rizkinya untuk melindungi dirinya dari bahaya.
Sedangkan jika ada orang yang sholih yang disempitkan rizkinya, boleh
jadi itu karena sebab dosa-dosa yang ia perbuat sebagaimana sebagian
salaf mengatakan,
إنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ
“Seorang hamba boleh jadi terhalang rizki untuknya karena dosa yang ia perbuat.”
Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
أَكْثَرَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا
وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barang
siapa yang memperbanyak beristighfar, maka Allah pasti akan selalu
memberikannya jalan keluar dari setiap kesempitan dan kelapangan dari
segala kegundahan serta Allah akan memberikan rizki kepadanya dari arah
yang tidak ia sangka-sangka.”[1]
Allah Ta’ala telah mengabarkan bahwa kebaikan itu akan menghapus kejelekan, istighfar
adalah sebab datangnya rizki dan berbagai kenikmatan, sedangkan maksiat
adalah sebab datangnya musibah dan berbagai kesulitan. (Kita dapat
menyaksikan hal tersebut dalam ayat-ayat berikut ini).
Allah Ta’ala berfirman,
الر
كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آَيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ
خَبِيرٍ (1) أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنَّنِي لَكُمْ مِنْهُ
نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ (2) وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا
إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ
كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab
yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara
terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi
Maha Tahu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku
(Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa khabar gembira kepadamu
daripada-Nya, dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan
bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia
akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai
kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada
tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya” (QS. Huud: 1-3)
فَقُلْتُ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ
السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ
وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun
dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)
{ وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا } { لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ }
“Dan
bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu
(agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air
yang segar (rezki yang banyak). Untuk Kami beri cobaan kepada mereka
padanya.” (QS. Al Jin: 16-17)
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى
آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96)
وَلَوْ أَنَّهُمْ
أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إلَيْهِمْ مِنْ
رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ
“Dan
sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil
dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya
mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka.” (QS. Al Maidah: 66)
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan
apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30)
وَلَئِنْ أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ
“Dan
jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami,
kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus
asa lagi tidak berterima kasih.” (QS. Hud: 9)
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An Nisa’: 79)
{
فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ
} { فَلَوْلَا إذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ
قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ }
“Kemudian
Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan,
supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.
Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk
merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati
mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun menampakkan kepada mereka
kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 42-43)
Allah
Ta’ala telah mengabarkan dalam kitabnya bahwa Dia akan menguji
hamba-Nya dengan kebaikan atau dengan kejelekan. Kebaikan yang dimaksud
adalah nikmat dan kejelekan adalah musibah. Ujian ini dimaksudkan agar
hamba tersebut teruji sebagai hamba yang bersabar dan bersyukur. Dalam
hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَاَلَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَقْضِي اللَّهُ لِلْمُؤْمِنِ قَضَاءً إلَّا كَانَ
خَيْرًا لَهُ وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدِ إلَّا لِلْمُؤْمِنِ إنْ أَصَابَتْهُ
سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ
فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya.
Allah tidaklah menetapkan bagi seorang mukmin suatu ketentuan melainkan
itu baikk baginya. Hal ini tidaklah mungkin kita jumpai kecuali pada
seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, maka itu
baik baginya. Jika ia ditimpa suatu bahaya, ia bersabar, maka itu pun
baik baginya.”
Demikian penjelasan dari Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ Al Fatawa (16/52-54)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
[1] Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Syaikh Al Albani. Lihat Dho’iful Jaami’ no. 5471
Tidak ada komentar:
Posting Komentar