Ditulis oleh: dr. Abu Hana El-Firdan
Darah
Salafy Tertumpah Untuk Membela Kaum Muslimin (Nu,Muhammadiyah,Dll) di
Ambon: Kisah Nyata Abdul Hamid Mendamba Gelar Syuhada’
Abdul Hamid Mendamba Gelar Syuhada’
6-3 Mei 2000.
Suasana Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ambon yang
dikelilingi hutan rimbun menimbulkan perasaan mencekam bagi siapa saja
yang pertama kali berkunjung. Terlebih dalam suasana berkecamuknya
perang antara masyarakat muslim dan kristen, kesan mencekam semakin
kuat.
Saat itu, sekelompok anak muda yang tergabung dalam barisan Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jamaah
ditempatkan di kawasan tersebut. Kedatangan mereka ke kota Ambon dari
berbagai daerah di Indonesia adalah dalam rangka membantu
saudara-saudara seagama akibat diperangi oleh kristen.
Sebagaimana
lazimnya manusia, para Laskar Jihad muda itu juga punya perasaan
was-was menghadapi medan yang terkesan angker dan sunyi. Minimnya
penduduk di sekitar kompleks kampus menambah suasana makin mencekam.
Ancaman serangan kristen yang belum bisa diprediksikan membuat
kewaspadaan senantiasa tinggi.
Di dalam rombongan itu terdapat seorang anak muda berumur 21 tahun bernama Abdul Hamid.
Postur tubuhnya kurus tapi semangatnya tinggi menyala. Keberaniannya
mengalahkan teman-teman sekelompoknya. Situasi kompleks STAIN yang sepi
mencekam tidak membuat nyalinya ciut. Dijelajahinya hutan rimbun di
sekitarnya untuk mengenali medan atau sekedar mencari buah-buahan.
Kebiasaannya berkelana sendirian itu rupanya telah menjadi kesukaan,
meski untuk itu ia harus sering ditegur komandannya.
Dibanding
teman-temannya, Abdul Hamid memang lain. Orangnya ulet dan suka bekerja
keras. Waktunya tidak mau terbuang dengan sia-sia. Hari-harinya dilalui
dengan berbagai aktivitas yang bisa memberikan manfaat bagi dirinya dan
orang lain.
Abdul Hamid lahir dan besar di
Semarang. Sebelum berangkat berjihad ke Maluku, ia adalah karyawan
sebuah perusahaan mebel di Jepara. Setiap minggu ia sempatkan pulang ke kotanya agar bisa mengikuti majelis taklim yang diadakan teman-temannya.
Saat
muncul seruan jihad ke Maluku, Abdul Hamid termasuk salah satu pemuda
yang langsung menyambutnya. Posisi kerjanya yang sudah lumayan di
perusahaan mebel langsung ditinggalkan karena ia harus mempersiapkan
diri sebelum berangkat. Bersama teman-temannya di Semarang, ia giat
melakukan persiapan fisik dan segala sesuatunya untuk keperluan
berangkat berjihad.
Di dalam berbagai kegiatan itu, ia berkenalan dengan seorang anak Sunda bernama Royyan. Mungkin karena ada kemiripan wajah, Abdul Hamid langsung merasa cocok dengan Ahmad Royan dan langsung akrab. Saking akrabnya sampai Royyan dianggapnya sebagai adik.
Selama melakukan persiapan jihad, Abdul Hamid ditunjuk menjadi salah satu komandan regu.
Sebagai komandan, terlihat sifat Abdul Hamid yang sangat mengutamakan
teman-temannya. Dalam berbagai urusan, ia lebih dulu memperhatikan
temannya, baru kemudian dirinya. Ia juga seorang yang sangat suka
memberikan nasehat. Bila ada temannya yang berbuat kesalahan, langsung
ia menegurnya.
Semangat juangnya yang tinggi terlihat dari
keinginannya yang kuat agar bisa menjadi syuhada. Ia sangat bersyukur
di Indonesia ada kesempatan untuk berjihad. Bagi Abdul Hamid, ini adalah
kesempatan langka. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
Menurutnya, ini adalah kesempatan untuk bisa meraih kehidupan mulia di
sisi Allah.
Ketika
tiba di Ambon, keinginannya untuk bisa menjadi syuhada semakin kuat. Di
malam hari, ia selalu berdoa agar keinginannya dikabulkan Allah. Di
siang hari, ia habiskan waktunya untuk mengerjakan berbagai tugas yang
dibebankan padanya.
Beberapa hari tinggal di STAIN, pecah
perang di kampung Ahuru. Sebagian Laskar Pos STAIN dikirim untuk
membantu muslimin Ahuru menghadapi serangan kristen. Termasuk yang
dikirim ke Ahuru adalah Royyan. Sementara Abdul Hamid diperintahkan
untuk tetap tinggal. Sampai malam, rombongan belum pulang. Abdul Hamid
sangat gelisah mengkhawatirkan nasib Royyan. Ia tidak sabar menunggu
rombongan pulang dan memutuskan untuk mencari Royyan.
Pencarian
Abdul Hamid akhirnya sampai ke Ahuru. Padahal perjalanan ke Ahuru harus
melewati jalanan sunyi, kanan kiri hutan, listrik mati, sepanjang
kurang lebih 3 km. Sampai di Ahuru, suasana sangat gelap. Abdul Hamid
terus mencari Royyan sambil memanggil namanya. Royyan yang saat itu
sudah tertidur karena kelelahan, sayup-sayup mendengar namanya
dipanggil. Ia bangun dan segera menemui orang yang memanggilnya. Abdul
Hamid sangat bahagia bisa bertemu lagi dengan saudaranya itu.
Setelah
kurang lebih sebulan berada di Ahuru, Abdul Hamid dan Royyan beserta
sejumlah Laskar lainnya dipindah ke kampung Diponegoro. Sebuah kampung
yang posisinya terjepit diantara perkampungan kristen. Untuk masuk ke
kampung tersebut harus lebih dahulu melewati pemukiman kristen Air Mata
Cina. Meski ada aparat keamanan, saat melewati daerah tersebut tetap
harus hati-hati karena tidak jarang diganggu oleh kristen. Di medan baru
ini Abdul Hamid mendapat tugas sebagai kurir.
Selain
menjalankan tugasnya sehari-hari, Abdul Hamid mengisi waktunya dengan
kegiatan ibadah yang makin menguatkan mentalnya. Semangatnya untuk
meraih gelar syuhada semakin menyala. Setiap pagi, ia dan Royyan saling
menyetorkan hafalan Al Quran. Keduanya saling mengingatkan bila ada
temannya yang lupa dengan hafalannya.
Pada akhir bulan
Juli 2000, situasi kampung Diponegoro tegang. Pertempuran seru dengan
pihak kristen tidak bisa dielakkan setelah sebelumnya massa kristen yang
berada di sekitar Diponegoro melakukan penyerangan. Selama kurang lebih
seminggu perang berlangsung.
Meski tugasnya sebagai
kurir, Abdul Hamid tidak mau ketinggalan dalam peperangan. Bahkan ia
selalu berada di posisi terdepan diantara teman-temannya. Dalam sebuah
pertempuran, ia dan seorang temannya bernama Burhan mencoba merangsek ke
daerah musuh. Saat itu ia sudah jauh meninggalkan teman-temannya.
Desingan peluru yang jatuh di sekitar tubuhnya tidak menjadikan
langkahnya surut.
Saat itu, ia telah mencapai sebuah rumah
kosong milik kristen. Seperti biasa, ia hanya membawa jerigen berisi
minyak dan korek api. Tugasnya memang sebagai pasukan bakar-bakar. Ia
lebih dulu mencapai rumah kosong, sementara Burhan berada di
belakangnya. Desingan peluru berhamburan ke arah dua mujahid muda itu.
Burhan yang berada di belakang Abdul Hamid menyembunyikan dirinya di
sebuah perlindungan, bersiap menyusul Abdul Hamid. Abdul Hamid memberi
aba-aba kepada Burhan agar berhati-hati.
Dalam
suatu kesempatan yang dirasa aman, larilah Burhan menuju tempat Abdul
Hamid. Namun tanpa diduga, seorang sniper rupanya telah mengincarnya.
Sebuah peluru datang dari arah samping dan langsung menembus tubuh
Burhan.
Melihat
temannya kena, Abdul Hamid segera berusaha menolongnya. Saat itu
beberapa kaum muslimin sudah berada di dekat mereka. Dibantu beberapa
kaum muslimin, Abdul Hamid mengangkat tubuh Burhan. Desingan peluru
masih mewarnai proses evakuasi itu.
Tubuh
Burhan berhasil diangkat ke tempat yang aman. Di pangkuan Abdul Hamid,
akhirnya Burhan meninggal karena lukanya cukup parah. Darahnya mengalir
membasahi tubuh Abdul Hamid. Sore itu juga, jenazahnya dimakamkan di
kampung Diponegoro.
Kepergian
Burhan tidak membuat Abdul Hamid sedih. Ia justru iri, mengapa bukan ia
yang dipilih Allah untuk gugur di jalannya. Dalam setiap pertempuran,
ia selalu berada di depan, namun ternyata bukan ia yang dipilih Allah.
Kepada beberapa temannya, ia mengatakan, “Mengapa bukan saya yang
kena?”.
Esok harinya pertempuran kembali berkecamuk.
Seperti biasa, Abdul Hamid berada di posisi terdepan. Dalam suatu
kesempatan, seorang muslimin terkena tembakan di bagian perutnya. Ia
berada di dekat Abdul Hamid. Beberapa orang yang ada belum berani
menolong orang tersebut karena desingan peluru begitu deras.
Abdul
Hamid rupanya tidak sabar untuk segera menolong orang itu. Dibukanya
bajunya dan didekatinya orang itu. Diulurkannya bajunya ke arah orang
itu agar ia bisa menarik orang itu ke tempat aman. Qadarullah, sebuah
peluru datang dan tepat mengenai kepalanya. Tubuh Abdul Hamid roboh dan
langsung meninggal di tempat kejadian.
Akhirnya, anak muda bertubuh kurus itu mendapatkan apa yang begitu didambanya.
Beberapa
hari setelah kematian Abdul Hamid, pertempuran mulai reda. Hanya ada
sedikit gangguan dari sniper-sniper pengecut yang mencoba membidik kaum
muslimin. Secara umum pertempuran Diponegoro dimenangkan kaum muslimin.
Kampung-kampung di sekitar Diponegoro seperti Air Mata Cina, Pohon Pule,
dan Mangga Dua berhasil dihancurkan kaum muslimin. Sampai kini, kampung
Diponegoro yang kecil dan terjepit masih ada dan kehidupan kaum
muslimin berjalan dengan normal. Sejumlah Laskar Jihad masih setia
menjaga kampung ini bersama kaum muslimin setempat. Di kampung yang
kecil dan terjepit ini, tiga orang Laskar Jihad telah gugur. Satu
diantaranya adalah seorang anak muda yang begitu bersemangat untuk
meraih syuhada, Abdul Hamid. Selamat jalan teman, semoga Allah
menempatkan kalian di jannah-Nya. Amin. (ai)
Sumber: Tabloid Laskar Jihad Edisi 16
“Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati;
bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki, mereka
dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya…” (QS. Ali ‘Imran: 169-70)
KISAH NYATA : PARA MUJAHID SALAFY-WAHABY BERKORBAN NYAWA UNTUK MEMBELA MUSLIMIN YANG BUKAN KELOMPOKNYA
Mengenang Akhuna Shodiq rahimahullah
“Abi
lagi ke Ambon”, begitu mulut kecil Zuhair (3 th) kalau ditanya kemana
bapaknya pergi. Ketika dikatakan padanya, “Nanti kalau pulang dibawain
oleh-oleh pedang sama Abi ya…”, Zuhair menjawab, “Enggak, Abi di Ambon
berjihad, mati syahid”.
Demikianlah yang
selalu disampaikan Zuhair. Sekalipun bapaknya masih hidup di Ambon,
namun kalau ditanya padanya tentang bapaknya, Al Akh Shodiq, selalu ia
katakan,” Abi lagi di Ambon, Jihad, mati syahid”, sampai ibunya nggak
enak sendiri dan menyuruh anaknya supaya tidak berkata seperti itu.
Sampai
akhirnya, telepon dirumah kami berdering. Terdengar berita dari seorang
ikhwan disana bahwa Yon Gab membantai kaum muslimin, dan Al Akh Shodiq
termasuk yang dalam pencarian keberadaannya. Hati kami sedih bercampur
senang dan penuh harap. Sedih karena berpisah dengan saudara sesama
muslim, senang dengan harapan bahwa ia mati syahid dan penuh harap untuk
bisa seperti itu.
Akhirnya Fax dari Ambon secara resmi
datang memberitakan kematian Al Akh Shodiq. Kami sampaikan kepada orang
tua, istri dan mertuanya. Alhamdulillah mereka tabah menerimanya.
Nampaknya mereka sudah begitu siap menerima kabar tersebut. Tak ada
tangisan histeris, hanya terlihat mata mereka berkaca-kaca. Dengan
terbata-bata, istrinya menceritakan kepada akhwat yang saat itu bersama
divisi sosial bahwa ketika mau berangkat suaminya berpesan, “Kamu jangan
terlalu mengharapkan saya, karena saya kesana menjemput kematian”.
Kini
harapan itu telah terkabul. Semburat kebanggaan terlihat di wajah
mereka. Apalagi setelah kami ingatkan kepada keluarganya betapa mulianya
orang yang mati syahid dengan berbagai keutamaan-keutamaan yang
menyertainya (bahwa mereka tidak mati, tetapi hidup disisi Allah dengan
mendapat rizqi, juga berhak memberi syafaat kepada 70 orang
keluarganya). Keluarga Al Akh Shodiq sendiri menceritakan bahwa di hari
kematiannya, tanggal 14 Juni ketika Yon Gab membantai kaum muslimin itu,
di rumah mereka tercium bau wangi.
Al Akh Shodiq adalah
satu diantara enam Laskar Jihad yang diberangkatkan oleh DPD FKAWJ
Cilacap yang meninggal dunia karena kebrutalan Yon Gab dalam tragedi 14
Juli berdarah. Al Akh Shodiq termasuk yang disandera dan dibantai oleh
Yon Gab. Mereka yang meninggal itu rata-rata termasuk yang mantap dan
semangat untuk berjihad, sekalipun banyak rintangan (dana, keluarga)
yang menghalangi.
Ya Allah, jadikanlah kematian
saudara-saudara kami itu benar-benar dinilai mati syahid dan jadikanlah
kematian terindah itu (mati syahid) sebagai kematian yang menjemput
kami.
Kini Si Kecil Zuhair kalau ditanya kemana bapaknya, mulut mungilnya menjawab, “Abi di sorga”. Wallahu a’lam bisshawab. (red)
Perjalanan Seorang Mujahid (Syahidnya Ibnu Hajar, Insya Allah)
Jihad
di bumi Siwalima (Maluku) masih berkobar dan senantiasa membangkitkan
semangat para singa-singa Allah untuk selalu melaksanakan syariat Ilahi
yang tinggi nan mulia ini, pengorbanan demi pengorbanan telah
dipersembahkan dalam Jihad fi sabililah ini.
Adalah
seorang pemuda gagah berani bernama Ibnu Hajar , 24 tahun asal Pakisan,
Wonosobo, Jawa Tengah. Ibnu Hajar lahir dari sebuah kelaurga yang
sederhana ayahnya Yazid (50 th) dan Ibunya Surip (48 th) mendidiknya
dengan ajaran Islam dengan ketat sehingga Ibnu Hajar tumbuh dengan
kepribadian Islami dan dia sangat disukai oleh masarakat di tempat
tinggalnya karena sifatnya yang periang, lucu dan bersahabat sehingga
masyarakat Pakisan, Wonosobo, Jawa Tengah begitu mencintainya.
Pada
pertengahan Januari 1999 terjadi peristiwa tragis yang menimpa kaum
Muslimin Ambon dimana Umat Islam yang saat itu sedang merayakan hari
raya Idul Fitri dibantai oleh pasukan Kristen. Mendengar berita yang
memilukan ini mukanya merah menahan amarah, darahnya mendidih dan
bangitlah semangat jihad untuk menolong saudara-saudaranya di Ambon
kemudian dia bangkit lalu kakinya diayunkan mencari informasi ke sagala
penjuru untuk dapat berangkat ke bumi Maluku.
Sampai suatu
saat terdengarlah khabar bahwa Forum Komunikasi Ahlus Sunnah wal Jamaah
mengumandangkan seruan Jihad dengan legimitasi dari para ulama Arab
Saudi dan Yaman yang kemudian melakukan perekrutan kaum muslimin secara
besar-besaran untuk membantu kaum Muslimin Ambon dengan bergabung
bersama Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Mendengar
hal tersebut Ibnu Hajar tidak mensia-siakan kesempatan berjihad. Segera
dia mendaftarkan dirinya ke DPW FKAWJ Wonosobo untuk bisa bergabung
dengan Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Ketika mendaftar, adik
kandungnya yang bernama Wahyu Hidayat (18 th) tidak ingin kalah dengan
kakaknya maka diapun ikut mendaftarkan menjadi anggota Laskar Jihad
Ahlus Sunnah wal Jamaah. Akhirnya kakak beradik ini dan beberapa orang
dari daerah Wonosobo resmi menjadi anggota Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal
Jamaah yang siap berjihad membela saudara-saudarnya di Ambon.
Ibnu
Hajar dan teman-teman sanggat proaktif mengikuti kegiatan-kegitan yang
diselenggarakan oleh Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sejak Tabligh
Akbar yang mengemparkan seantero Indonesia yang dilaksanakan di Senayan
sampai tahap latihan gabungan Nasional di Bogor. Semangatnya dalam
mengikuti aktivitas Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah diakui oleh
teman-temannya.
Sampailah saatnya pemberangkatan gelombang
pertama Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah pada bulan Mei 2000.
Dengan hati yang senang dan semangat yang menggebu dia berangkat ke
Yogyakarta sebagai tempat transit pemberangkatan, tapi sesampainya
disana di mendapatkan tugas sementara mencari dana di Jawa untuk
membantu teman-temannya di Ambon. Mendengar perintah tersebut Ibnu Hajar
agak sedikit kecewa tapi apa boleh buat dia menerima dengan lapang
dada. Tak terasa sudah 3 bulan lamanya dia mencari dana dan diakui oleh
koordinatoor Komisi Dana FKAWJ Ibnu Hajar adalah salahsatu orang yang
diandalkan dalam mencari dana.
Pada bulan Agustus dia
diijinkan berangkat ke Ambon, mendengar hal tersebut bangkitlah kembali
semangat menggebu-gebu yang selama ini dia pendam, dengan secepat kilat
dia pulang ke rumah orang tuanya di Wonosobo untuk pamitan. Begitu Ibnu
Hajar mengemukakan niatnya, ayah dan ibunya menagis haru dan kagum
dengan semangat anaknya yang tiada pernah padam walaupun sudah 3 bulan
terpendam di hatinya.
Ibnu Hajar bercerita dengan orang
tuanya bahwa dia ingin sekali menemui kematian di jalan Allah dengan
kata lain mati syahid dan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang selama
ini diberitakan didalam Al-Quran dan Hadist Rasullullah sallahu’alaihi
wa sallam. Dengan berlinang air mata kedua orangtuanya melepas kepergian
sang mujahid ke Ambon. Ibnu Hajar berpesan kepada orangtuanya supaya
tidak bersedih karena Allah akan selalu menolong hamba-hambanya selama
hamba-hamba-Nya membela agama Allah.
Adiknya yang
bersikeras untuk berangkat ditahan oleh Ibnu Hajar untuk menemani dan
membantu orangtuanya. Maka di terik matahari yang memecar dari sela-sela
pegunungan Dieng yang begitu indah dan menawan sang mujahid yang begitu
dicintai masarakatnya pergi meninggalkan kampung halaman untuk berjihad
di jalan Allah dan dengan seulas senyum dan wajah ceria dia tampakan
sebagai salam perpisahan untuk masarakat Wonosobo, kampung halaman yang
dicintainya. Sepoi-sepoi angin gunung sumbing menerpa wajahnya
menghantar Ibnu Hajar ke perjalananan suci ini.
Sampailah
Ibnu Hajar ke Ambon tempat yang selama ini dia impi-impikan untuk
memetik berbagai keutamaan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Ibnu Hajar di tempatkan di desa Ahuru Kotamadya Ambon. Kemudian beberapa
saat lamanya dia ikut berbagai macam kegiatan Laskar Jihad Ahlus Sunnah
wal Jamaah. Sampai puncaknya pada akhir September 2000 di menerima
perintah untuk berangkat ke Suli bersama Laskar Jihad yang berjumlah 1
kompi (+ 70 orang) untuk melindungi masyarakat Desa Tulehu dari serangan
kaum Kirsten.
Dengan gagah berani Ibnu Hajar
berangkat untuk melawan musuh-musuh Allah dengan menyandang sebuah busur
panah beserta anak panahnya dan sebilah pedang. Sampai di Suli
pasukannya diserang habis-habisan oleh pasukan Kristen dengan dibantu
aparat Brimob Kristen dengan gencar sampai terjebak selama 1 hari penuh.
Ibnu Hajar hanya menemui 4 buah kelapa muda sebagai pengganjal perut
dan itu pun Ibnu hajar tidak kebagian karena dia lebih mendahulukan
teman-temannya yang kehausan.
Tidak lama kemudian
kembali serangan Kristen dengan membabi-buta menyerang ke arah dia dan
teman temanya. Tiba-tiba sebuah timah panas mengenai punggung dan tembus
ke paha Ibnu Hajar maka meneteslah darah suci sang mujahid ini
menyirami bumi jihad siwalima. Beberapa saat kemudian matanya menutup
untuk selama lamanya dengan meninggalkan senyuman manis terlihat di
wajahnya dan jiwanya kemudian menemui Khaliq-nya. Mendengar anaknya
meninggal kedua orang tuanya terharu sekaligus bangga karena mempunyai
seorang anak yang hidup dan matinya hanya Allah semata dan membela
agamanya sampai akhir hayatnya.
Assalamuallaikum wr wb
BalasHapusSalam kenal, ikut menyimak ....
Ijin kelak insyaallah untuk Share artikel.
pertanyaanya kemana orang2 muhammaddiyah , NU, dll ketika saudaranya diambon dibantai kafir ???
BalasHapuskenapa harus SALAFI yg membantu mereka ??
karena SALAFI adalah ahlusunnah wal jammah sejati yg lannya hanya ngaku2 saja. kalau cuma mengaku ngaku saja siapapun boleh , para preman pun boleh mengaku ahlusunnah wal jammah, sebab tidak ada larangan mengaku sebagau ahlusunnah
pertanyaanya kemana orang2 muhammaddiyah , NU, dll ketika saudaranya diambon dibantai kafir ???
BalasHapuskenapa harus SALAFI yg membantu mereka ??
karena SALAFI adalah ahlusunnah wal jammah sejati yg lannya hanya ngaku2 saja. kalau cuma mengaku ngaku saja siapapun boleh , para preman pun boleh mengaku ahlusunnah wal jammah, sebab tidak ada larangan mengaku sebagau ahlusunnah
Ente baca semua kisah bung, Laskar Jihad itu dari terdiri dari berbagai golongan islam, dan panglimanya Ust. Ja'far Umar Thalib (NU), jadi ga usah ngerasa paling berjasa, dengan menyudutkan golongan yg lain.
Hapusjafar umar thalib NU?
Hapusbodo ko dipelihara wkwk
Tindakan bodoh. Semoga cepat sadar
BalasHapusitu brimod ngapa ikut2an perang.harus nya netral.bukan mendukung sebelah pihak..salut dah buat Polri ambon-maluku yg ikut2an perang.moga dapat azab dari ALLA swt..Amiiin.
BalasHapusAnda hanya bisa ngomong saja, ini lah ciri umat yg hanya bisa menghancurkan Islam karena anda merasa paling hebat golongan paling kuat , asal anda tau saya mantan laskar jihad dari NU
BalasHapusKalau lu bilang laskar jihad NU, lu salah besar, jafar umar talib terang2an membantah pemikiran asyariyah sesat yang dianut orang2 NU, Jafar itu salafi tulen
BalasHapus