Imam Malik رحمه الله telah berkata : كُلُّ خَيْرٍ فِي إتِباَعِ مَنْ سَلَف وَ كُلُّ شَرٍّ فِي إبْتِداَعِ مَنْ خَلَفِ

“Setiap kebaikan adalah apa-apa yang mengikuti para pendahulu (salaf), dan setiap kejelekan adalah apa-apa yang diada-adakan orang kemudian (kholaf)"

Minggu, 13 Mei 2012

Sedikit Tentang Laskar Jihad di Ambon

Ditulis oleh: dr. Abu Hana El-Firdan


Darah Salafy Tertumpah Untuk Membela Kaum Muslimin (Nu,Muhammadiyah,Dll) di Ambon: Kisah Nyata Abdul Hamid Mendamba Gelar Syuhada’

Abdul Hamid Mendamba Gelar Syuhada’

6-3 Mei 2000. Suasana Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ambon yang dikelilingi hutan rimbun menimbulkan perasaan mencekam bagi siapa saja yang pertama kali berkunjung. Terlebih dalam suasana berkecamuknya perang antara masyarakat muslim dan kristen, kesan mencekam semakin kuat.

Saat itu, sekelompok anak muda yang tergabung dalam barisan Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jamaah ditempatkan di kawasan tersebut. Kedatangan mereka ke kota Ambon dari berbagai daerah di Indonesia adalah dalam rangka membantu saudara-saudara seagama akibat diperangi oleh kristen.

Sebagaimana lazimnya manusia, para Laskar Jihad muda itu juga punya perasaan was-was menghadapi medan yang terkesan angker dan sunyi. Minimnya penduduk di sekitar kompleks kampus menambah suasana makin mencekam. Ancaman serangan kristen yang belum bisa diprediksikan membuat kewaspadaan senantiasa tinggi.

Di dalam rombongan itu terdapat seorang anak muda berumur 21 tahun bernama Abdul Hamid. Postur tubuhnya kurus tapi semangatnya tinggi menyala. Keberaniannya mengalahkan teman-teman sekelompoknya. Situasi kompleks STAIN yang sepi mencekam tidak membuat nyalinya ciut. Dijelajahinya hutan rimbun  di sekitarnya untuk mengenali medan atau sekedar mencari buah-buahan. Kebiasaannya berkelana sendirian itu rupanya telah menjadi kesukaan, meski untuk itu ia harus sering ditegur komandannya.

Dibanding teman-temannya, Abdul Hamid memang lain. Orangnya ulet dan suka bekerja keras. Waktunya tidak mau terbuang dengan sia-sia. Hari-harinya dilalui dengan berbagai aktivitas yang bisa memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain.

Abdul Hamid lahir dan besar di Semarang. Sebelum berangkat berjihad ke Maluku, ia adalah karyawan sebuah perusahaan mebel di Jepara. Setiap minggu ia sempatkan pulang ke kotanya agar bisa mengikuti majelis taklim yang diadakan teman-temannya.

Saat muncul seruan jihad ke Maluku, Abdul Hamid termasuk salah satu pemuda yang langsung menyambutnya. Posisi kerjanya yang sudah lumayan di perusahaan mebel langsung ditinggalkan karena ia harus mempersiapkan diri sebelum berangkat. Bersama teman-temannya di Semarang, ia giat melakukan persiapan fisik dan segala sesuatunya untuk keperluan berangkat berjihad.

Di dalam berbagai kegiatan itu, ia berkenalan dengan seorang anak Sunda bernama Royyan. Mungkin karena ada kemiripan wajah, Abdul Hamid langsung merasa cocok dengan Ahmad  Royan dan langsung akrab. Saking akrabnya sampai Royyan dianggapnya sebagai adik.

Selama melakukan persiapan jihad, Abdul Hamid ditunjuk menjadi salah satu komandan regu. Sebagai komandan, terlihat sifat Abdul Hamid yang sangat mengutamakan teman-temannya. Dalam berbagai urusan, ia lebih dulu memperhatikan temannya, baru kemudian dirinya. Ia juga seorang yang sangat suka memberikan nasehat. Bila ada temannya yang berbuat kesalahan, langsung ia menegurnya.

Semangat juangnya yang tinggi terlihat dari keinginannya yang kuat agar bisa menjadi syuhada. Ia sangat bersyukur di Indonesia ada kesempatan untuk berjihad. Bagi Abdul Hamid, ini adalah kesempatan langka. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Menurutnya, ini adalah kesempatan untuk bisa meraih kehidupan mulia di sisi Allah.


Ketika tiba di Ambon, keinginannya untuk bisa menjadi syuhada semakin kuat. Di malam hari, ia selalu berdoa agar keinginannya dikabulkan Allah.  Di siang hari, ia habiskan waktunya untuk mengerjakan berbagai tugas yang dibebankan padanya.

Beberapa hari tinggal di STAIN, pecah perang di kampung Ahuru. Sebagian Laskar Pos STAIN dikirim untuk membantu muslimin Ahuru menghadapi serangan kristen. Termasuk yang dikirim ke Ahuru adalah Royyan. Sementara Abdul Hamid diperintahkan untuk tetap tinggal. Sampai malam, rombongan belum pulang. Abdul Hamid sangat gelisah mengkhawatirkan nasib Royyan. Ia tidak sabar menunggu rombongan pulang dan memutuskan untuk mencari Royyan.

Pencarian Abdul Hamid akhirnya sampai ke Ahuru. Padahal perjalanan ke Ahuru harus melewati jalanan sunyi, kanan kiri hutan, listrik mati, sepanjang kurang lebih 3 km. Sampai di Ahuru, suasana sangat gelap. Abdul Hamid terus mencari Royyan sambil memanggil namanya. Royyan yang saat itu sudah tertidur karena kelelahan, sayup-sayup mendengar namanya dipanggil. Ia bangun dan segera menemui orang yang memanggilnya. Abdul Hamid sangat bahagia bisa bertemu lagi dengan saudaranya itu.

Setelah kurang lebih sebulan berada di Ahuru, Abdul Hamid dan Royyan beserta sejumlah Laskar lainnya dipindah ke kampung Diponegoro. Sebuah kampung yang posisinya terjepit diantara perkampungan kristen. Untuk masuk ke kampung tersebut harus lebih dahulu melewati pemukiman kristen Air Mata Cina. Meski ada aparat keamanan, saat melewati daerah tersebut tetap harus hati-hati karena tidak jarang diganggu oleh kristen. Di medan baru ini Abdul Hamid mendapat tugas sebagai kurir.

Selain menjalankan tugasnya sehari-hari, Abdul Hamid mengisi waktunya dengan kegiatan ibadah yang makin menguatkan mentalnya. Semangatnya untuk meraih gelar syuhada semakin menyala. Setiap pagi, ia dan Royyan saling menyetorkan hafalan Al Quran. Keduanya saling mengingatkan bila ada temannya yang lupa dengan hafalannya.

Pada akhir bulan Juli 2000, situasi kampung Diponegoro tegang. Pertempuran seru dengan pihak kristen tidak bisa dielakkan setelah sebelumnya massa kristen yang berada di sekitar Diponegoro melakukan penyerangan. Selama kurang lebih seminggu perang berlangsung.

Meski tugasnya sebagai kurir, Abdul Hamid tidak mau ketinggalan dalam peperangan. Bahkan ia selalu berada di posisi terdepan diantara teman-temannya. Dalam sebuah pertempuran, ia dan seorang temannya bernama Burhan mencoba merangsek ke daerah musuh. Saat itu ia sudah jauh meninggalkan teman-temannya. Desingan peluru yang jatuh di sekitar tubuhnya tidak menjadikan langkahnya surut.

Saat itu, ia telah mencapai sebuah rumah kosong milik kristen. Seperti biasa, ia hanya membawa jerigen berisi minyak dan korek api. Tugasnya memang sebagai pasukan bakar-bakar. Ia lebih dulu mencapai rumah kosong, sementara Burhan berada di belakangnya. Desingan peluru berhamburan ke arah dua mujahid muda itu. Burhan yang berada di belakang Abdul Hamid menyembunyikan dirinya di sebuah perlindungan, bersiap menyusul Abdul Hamid. Abdul Hamid memberi aba-aba kepada Burhan agar berhati-hati.

Dalam suatu kesempatan yang dirasa aman, larilah Burhan menuju tempat Abdul Hamid.  Namun tanpa diduga, seorang sniper rupanya telah mengincarnya. Sebuah peluru datang dari arah samping dan langsung menembus tubuh Burhan.

Melihat temannya kena, Abdul Hamid segera berusaha menolongnya. Saat itu beberapa kaum muslimin sudah berada di dekat mereka. Dibantu beberapa kaum muslimin, Abdul Hamid mengangkat tubuh Burhan. Desingan peluru masih mewarnai proses evakuasi itu.

Tubuh Burhan berhasil diangkat ke tempat yang aman. Di pangkuan Abdul Hamid, akhirnya Burhan meninggal karena lukanya cukup parah. Darahnya mengalir membasahi tubuh Abdul Hamid. Sore itu juga, jenazahnya dimakamkan di kampung Diponegoro.

Kepergian Burhan tidak membuat Abdul Hamid sedih. Ia justru iri, mengapa bukan ia yang dipilih Allah untuk gugur di jalannya. Dalam setiap pertempuran, ia selalu berada di depan, namun ternyata bukan ia yang dipilih Allah. Kepada beberapa temannya, ia mengatakan, “Mengapa bukan saya yang kena?”.

Esok harinya pertempuran kembali berkecamuk. Seperti biasa, Abdul Hamid berada di posisi terdepan. Dalam suatu kesempatan, seorang muslimin terkena tembakan di bagian perutnya. Ia berada di dekat Abdul Hamid. Beberapa orang yang ada belum berani menolong orang tersebut karena desingan peluru begitu deras.

Abdul Hamid rupanya tidak sabar untuk segera menolong orang itu. Dibukanya bajunya dan didekatinya orang itu. Diulurkannya bajunya ke arah orang itu agar ia bisa menarik orang itu ke tempat aman. Qadarullah, sebuah peluru datang dan tepat mengenai kepalanya. Tubuh Abdul Hamid roboh dan langsung meninggal di tempat kejadian.

Akhirnya, anak muda bertubuh kurus itu mendapatkan apa yang begitu didambanya.

Beberapa hari setelah kematian Abdul Hamid, pertempuran mulai reda. Hanya ada sedikit gangguan dari sniper-sniper pengecut yang mencoba membidik kaum muslimin. Secara umum pertempuran Diponegoro dimenangkan kaum muslimin. Kampung-kampung di sekitar Diponegoro seperti Air Mata Cina, Pohon Pule, dan Mangga Dua berhasil dihancurkan kaum muslimin. Sampai kini, kampung Diponegoro yang kecil dan terjepit masih ada dan kehidupan kaum muslimin berjalan dengan normal. Sejumlah Laskar Jihad masih setia menjaga kampung ini bersama kaum muslimin setempat. Di kampung yang kecil dan terjepit ini, tiga orang Laskar Jihad telah gugur. Satu diantaranya adalah seorang anak muda yang begitu bersemangat untuk meraih syuhada, Abdul Hamid. Selamat jalan teman, semoga Allah menempatkan kalian di jannah-Nya. Amin. (ai)

Sumber: Tabloid Laskar Jihad Edisi 16

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki, mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya…”  (QS. Ali ‘Imran: 169-70)

KISAH NYATA : PARA MUJAHID SALAFY-WAHABY BERKORBAN NYAWA UNTUK MEMBELA MUSLIMIN YANG BUKAN KELOMPOKNYA

 

Mengenang Akhuna Shodiq rahimahullah 

“Abi lagi ke Ambon”, begitu mulut kecil Zuhair (3 th) kalau ditanya kemana bapaknya pergi. Ketika dikatakan padanya, “Nanti kalau pulang dibawain oleh-oleh pedang sama Abi ya…”, Zuhair menjawab, “Enggak, Abi di Ambon berjihad, mati syahid”.

Demikianlah yang selalu disampaikan Zuhair. Sekalipun bapaknya masih hidup di Ambon, namun kalau ditanya padanya tentang bapaknya, Al Akh Shodiq, selalu ia katakan,” Abi lagi di Ambon, Jihad, mati syahid”, sampai ibunya nggak enak sendiri dan menyuruh anaknya supaya tidak berkata seperti itu.

Sampai akhirnya, telepon dirumah kami berdering. Terdengar berita dari seorang ikhwan disana bahwa Yon Gab membantai kaum muslimin, dan Al Akh Shodiq termasuk yang dalam pencarian keberadaannya. Hati kami sedih bercampur senang dan penuh harap. Sedih karena berpisah dengan saudara sesama muslim, senang dengan harapan bahwa ia mati syahid dan penuh harap untuk bisa seperti itu.

Akhirnya Fax dari Ambon secara resmi datang memberitakan kematian Al Akh Shodiq. Kami sampaikan kepada orang tua, istri dan mertuanya. Alhamdulillah mereka tabah menerimanya. Nampaknya mereka sudah begitu siap menerima kabar tersebut. Tak ada tangisan histeris, hanya terlihat mata mereka berkaca-kaca. Dengan terbata-bata, istrinya menceritakan kepada akhwat yang saat itu bersama divisi sosial bahwa ketika mau berangkat suaminya berpesan, “Kamu jangan terlalu mengharapkan saya, karena saya kesana menjemput kematian”.

Kini harapan itu telah terkabul. Semburat kebanggaan terlihat di wajah mereka. Apalagi setelah kami ingatkan kepada keluarganya betapa mulianya orang yang mati syahid dengan berbagai keutamaan-keutamaan yang menyertainya (bahwa mereka tidak mati, tetapi hidup disisi Allah dengan mendapat rizqi, juga berhak memberi syafaat kepada 70 orang keluarganya). Keluarga Al Akh Shodiq sendiri menceritakan bahwa di hari kematiannya, tanggal 14 Juni ketika Yon Gab membantai kaum muslimin itu, di rumah mereka tercium bau wangi.

Al Akh Shodiq adalah satu diantara enam Laskar Jihad yang diberangkatkan oleh DPD FKAWJ Cilacap yang meninggal dunia karena kebrutalan Yon Gab dalam tragedi 14 Juli berdarah. Al Akh Shodiq termasuk yang disandera dan dibantai oleh Yon Gab. Mereka yang meninggal itu rata-rata termasuk yang mantap dan semangat untuk berjihad, sekalipun banyak rintangan (dana, keluarga) yang menghalangi.

Ya Allah, jadikanlah kematian saudara-saudara kami itu benar-benar dinilai mati syahid dan jadikanlah kematian terindah itu (mati syahid) sebagai kematian yang menjemput kami.

Kini Si Kecil Zuhair kalau ditanya kemana bapaknya, mulut mungilnya menjawab, “Abi di sorga”. Wallahu a’lam bisshawab. (red)


Perjalanan Seorang Mujahid (Syahidnya Ibnu Hajar, Insya Allah)


Jihad di bumi Siwalima (Maluku) masih berkobar dan senantiasa membangkitkan semangat para singa-singa Allah untuk selalu melaksanakan syariat Ilahi yang tinggi nan mulia ini, pengorbanan demi pengorbanan telah dipersembahkan dalam Jihad fi sabililah ini.

Adalah seorang pemuda gagah berani bernama Ibnu Hajar , 24 tahun asal Pakisan, Wonosobo, Jawa Tengah. Ibnu Hajar lahir dari sebuah kelaurga yang sederhana ayahnya Yazid (50 th) dan Ibunya Surip (48 th) mendidiknya dengan ajaran Islam dengan ketat sehingga Ibnu Hajar tumbuh dengan kepribadian Islami dan dia sangat disukai oleh masarakat di tempat tinggalnya karena sifatnya yang periang, lucu dan bersahabat sehingga masyarakat Pakisan, Wonosobo, Jawa Tengah begitu mencintainya.

Pada pertengahan Januari 1999 terjadi peristiwa tragis yang menimpa kaum Muslimin Ambon dimana Umat Islam yang saat itu sedang merayakan hari raya Idul Fitri dibantai oleh pasukan Kristen. Mendengar berita yang memilukan ini mukanya merah menahan amarah, darahnya mendidih dan bangitlah semangat jihad untuk menolong saudara-saudaranya di Ambon kemudian dia bangkit lalu kakinya diayunkan mencari informasi ke sagala penjuru untuk dapat berangkat ke bumi Maluku.

Sampai suatu saat terdengarlah khabar bahwa Forum Komunikasi Ahlus Sunnah wal Jamaah mengumandangkan seruan Jihad dengan legimitasi dari para ulama Arab Saudi dan Yaman yang kemudian melakukan perekrutan kaum muslimin secara besar-besaran untuk membantu kaum Muslimin Ambon dengan bergabung bersama Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Mendengar hal tersebut Ibnu Hajar tidak mensia-siakan kesempatan berjihad. Segera dia mendaftarkan dirinya ke DPW FKAWJ Wonosobo untuk bisa bergabung dengan Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Ketika mendaftar, adik kandungnya yang bernama Wahyu Hidayat (18 th) tidak ingin kalah dengan kakaknya maka diapun ikut mendaftarkan menjadi anggota Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Akhirnya kakak beradik ini dan beberapa orang dari daerah Wonosobo resmi menjadi anggota Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah yang siap berjihad membela saudara-saudarnya di Ambon.

Ibnu Hajar dan teman-teman sanggat proaktif mengikuti kegiatan-kegitan yang diselenggarakan oleh Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sejak Tabligh Akbar yang mengemparkan seantero Indonesia yang dilaksanakan di Senayan sampai tahap latihan gabungan Nasional di Bogor. Semangatnya dalam mengikuti aktivitas Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah diakui oleh teman-temannya.

Sampailah saatnya pemberangkatan gelombang pertama Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah pada bulan Mei 2000. Dengan hati yang senang dan semangat yang menggebu dia berangkat ke Yogyakarta sebagai tempat transit pemberangkatan, tapi sesampainya disana di mendapatkan tugas sementara mencari dana di Jawa untuk membantu teman-temannya di Ambon. Mendengar perintah tersebut Ibnu Hajar agak sedikit kecewa tapi apa boleh buat dia menerima dengan lapang dada. Tak terasa sudah 3 bulan lamanya dia mencari dana dan diakui oleh koordinatoor Komisi Dana FKAWJ Ibnu Hajar adalah salahsatu orang yang diandalkan dalam mencari dana.

Pada bulan Agustus dia diijinkan berangkat ke Ambon, mendengar hal tersebut bangkitlah kembali semangat menggebu-gebu yang selama ini dia pendam, dengan secepat kilat dia pulang ke rumah orang tuanya di Wonosobo untuk pamitan. Begitu Ibnu Hajar mengemukakan niatnya, ayah dan ibunya menagis haru dan kagum dengan semangat anaknya yang tiada pernah padam walaupun sudah 3 bulan terpendam di hatinya.

Ibnu Hajar bercerita dengan orang tuanya bahwa dia ingin sekali menemui kematian di jalan Allah dengan kata lain mati syahid dan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang selama ini diberitakan didalam Al-Quran dan Hadist Rasullullah sallahu’alaihi wa sallam. Dengan berlinang air mata kedua orangtuanya melepas kepergian sang mujahid ke Ambon. Ibnu Hajar berpesan kepada orangtuanya supaya tidak bersedih karena Allah akan selalu menolong hamba-hambanya selama hamba-hamba-Nya membela agama Allah.

Adiknya yang bersikeras untuk berangkat ditahan oleh Ibnu Hajar untuk menemani dan membantu orangtuanya. Maka di terik matahari yang memecar dari sela-sela pegunungan Dieng yang begitu indah dan menawan sang mujahid yang begitu dicintai masarakatnya pergi meninggalkan kampung halaman untuk berjihad di jalan Allah dan dengan seulas senyum dan wajah ceria dia tampakan sebagai salam perpisahan untuk masarakat Wonosobo, kampung halaman yang dicintainya. Sepoi-sepoi angin gunung sumbing menerpa wajahnya menghantar Ibnu Hajar ke perjalananan suci ini.

Sampailah Ibnu Hajar ke Ambon tempat yang selama ini dia impi-impikan untuk memetik berbagai keutamaan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Hajar di tempatkan di desa Ahuru Kotamadya Ambon. Kemudian beberapa saat lamanya dia ikut berbagai macam kegiatan Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sampai puncaknya pada akhir September 2000 di menerima perintah untuk berangkat ke Suli bersama Laskar Jihad yang berjumlah 1 kompi (+ 70 orang) untuk melindungi masyarakat Desa Tulehu dari serangan kaum Kirsten.

Dengan gagah berani Ibnu Hajar berangkat untuk melawan musuh-musuh Allah dengan menyandang sebuah busur panah beserta anak panahnya dan sebilah pedang. Sampai di Suli pasukannya diserang habis-habisan oleh pasukan Kristen dengan dibantu aparat Brimob Kristen dengan gencar sampai terjebak selama 1 hari penuh. Ibnu Hajar hanya menemui 4 buah kelapa muda sebagai pengganjal perut dan itu pun Ibnu hajar tidak kebagian karena dia lebih mendahulukan teman-temannya yang kehausan.

Tidak lama kemudian kembali serangan Kristen dengan membabi-buta menyerang ke arah dia dan teman temanya. Tiba-tiba sebuah timah panas mengenai punggung dan tembus ke paha Ibnu Hajar maka meneteslah darah suci sang mujahid ini menyirami bumi jihad siwalima. Beberapa saat kemudian matanya menutup untuk selama lamanya dengan meninggalkan senyuman manis terlihat di wajahnya dan jiwanya kemudian menemui Khaliq-nya. Mendengar anaknya meninggal kedua orang tuanya terharu sekaligus bangga karena mempunyai seorang anak yang hidup dan matinya hanya Allah semata dan membela agamanya sampai akhir hayatnya.

9 komentar:

  1. Assalamuallaikum wr wb

    Salam kenal, ikut menyimak ....
    Ijin kelak insyaallah untuk Share artikel.

    BalasHapus
  2. pertanyaanya kemana orang2 muhammaddiyah , NU, dll ketika saudaranya diambon dibantai kafir ???
    kenapa harus SALAFI yg membantu mereka ??

    karena SALAFI adalah ahlusunnah wal jammah sejati yg lannya hanya ngaku2 saja. kalau cuma mengaku ngaku saja siapapun boleh , para preman pun boleh mengaku ahlusunnah wal jammah, sebab tidak ada larangan mengaku sebagau ahlusunnah

    BalasHapus
  3. pertanyaanya kemana orang2 muhammaddiyah , NU, dll ketika saudaranya diambon dibantai kafir ???
    kenapa harus SALAFI yg membantu mereka ??

    karena SALAFI adalah ahlusunnah wal jammah sejati yg lannya hanya ngaku2 saja. kalau cuma mengaku ngaku saja siapapun boleh , para preman pun boleh mengaku ahlusunnah wal jammah, sebab tidak ada larangan mengaku sebagau ahlusunnah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ente baca semua kisah bung, Laskar Jihad itu dari terdiri dari berbagai golongan islam, dan panglimanya Ust. Ja'far Umar Thalib (NU), jadi ga usah ngerasa paling berjasa, dengan menyudutkan golongan yg lain.

      Hapus
    2. jafar umar thalib NU?
      bodo ko dipelihara wkwk

      Hapus
  4. Tindakan bodoh. Semoga cepat sadar

    BalasHapus
  5. itu brimod ngapa ikut2an perang.harus nya netral.bukan mendukung sebelah pihak..salut dah buat Polri ambon-maluku yg ikut2an perang.moga dapat azab dari ALLA swt..Amiiin.

    BalasHapus
  6. Anda hanya bisa ngomong saja, ini lah ciri umat yg hanya bisa menghancurkan Islam karena anda merasa paling hebat golongan paling kuat , asal anda tau saya mantan laskar jihad dari NU

    BalasHapus
  7. Kalau lu bilang laskar jihad NU, lu salah besar, jafar umar talib terang2an membantah pemikiran asyariyah sesat yang dianut orang2 NU, Jafar itu salafi tulen

    BalasHapus