Dan sebagaimana diketahui pula bahwa agama Allah Ta’ala ini sampai
kepada kita dengan begitu mudah dan gampang seakan-akan kita berhadapan
dengan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan taufiq,
pertolongan dan keutamaan Allah Ta’ala. Yaitu dengan Allah Ta’ala
menyediakan bagi kita sebab-sebab dengan adanya perjuangan yang besar
yang dilakukan oleh ulama salaf ini. Para pendahulu kita yang shalih
dari kalangan shahabat dan tabi’in serta yang datang setelah mereka dari
kalangan imam pembawa petunjuk dan penghilang kegelapan telah melakukan
perjuangan dan pengorbanan.
Para shahabat Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wa sallam wa radhiyallahu ‘anhum- sangat besar semangatnya untuk
meraih ilmu yang bermanfaat ini, dalam keadaan mereka itu sangat fakir
dan tidak berkecukupan. Diantara mereka ada yang jika tersibukkan dia
tetap berusaha mencari pengganti untuk hadir ke hadapan Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana hal ini dilakukan oleh ‘Umar
bin Al-Khaththab –radhiyallahu ‘anhu- bersama tetangganya seorang
anshar. ‘Umar hadir di suatu hari lalu kembali dan menyampaikan kepada
tentangganya apa yang dia dengar, dan sang anshary hadir di suatu hari
lalu kembali dan menyampaikan kepada ‘Umar apa yang dia dengar berupa
wahyu, hikmah dan sunnah. Dan ini adalah satu dari sekian banyak contoh
(dari kalangan para shahabat).
(Diantaranya) apa yang terukir dari perawi umat islam dan
penghafalnya shahabat yaitu Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-. Dia telah
meriwayatkan bagi umat ini jumlah yang besar dan kumpulan yang banyak
dari hadits-hadits Rasulillah – shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Yang
mana jumlah yang besar dari hadits ini telah membuat murka musuh-musuh
islam dari kalangan orang zindiq, atheis, zionis dan pengekor mereka.
Maka mereka mencela kejujurannya dan mereka menciptakan keraguan
terhadapa riwayat-riwayat ini sembari mengatakan “kenapa dia bersendiri
dengan jumlah yang besar ini dari para shahabat Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wa sallam- yang lain. Dan mereka tidak tahu bahwa perbendaharaan
yang besar ini yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-
untuk umat ini terjadi setelah adanya taufiq dari Allah Ta’ala sebagai
buah dari kesungguhan, kegigihannya, pengorbanannya dan kesabarannya
menahan lapar, kesabarannya menahan sakit yang dilakukan oleh Abu
Hurairah. Kemudian dia –dengan keutamaan dari Allah Ta’ala- mampu
meriwayatkan jumlah yang besar ini untuk umat ini. Dalam Ash-Shahih
disebutkan dari hadits Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata;
يَقُولُونَ إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ يُكْثِرُ الْحَدِيثَ وَاللَّهُ الْمَوْعِدُ وَيَقُولُونَ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ لَا يُحَدِّثُونَ مِثْلَ أَحَادِيثِهِ وَإِنَّ إِخْوَتِي مِنْ الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمْ الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ وَإِنَّ إِخْوَتِي مِنْ الْأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمْ عَمَلُ أَمْوَالِهِمْ وَكُنْتُ امْرَأً مِسْكِينًا أَلْزَمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مِلْءِ بَطْنِي فَأَحْضُرُ حِينَ يَغِيبُونَ وَأَعِي حِينَ يَنْسَوْنَ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا لَنْ يَبْسُطَ أَحَدٌ مِنْكُمْ ثَوْبَهُ حَتَّى أَقْضِيَ مَقَالَتِي هَذِهِ ثُمَّ يَجْمَعَهُ إِلَى صَدْرِهِ فَيَنْسَى مِنْ مَقَالَتِي شَيْئًا أَبَدًا فَبَسَطْتُ نَمِرَةً لَيْسَ عَلَيَّ ثَوْبٌ غَيْرُهَا حَتَّى قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَقَالَتَهُ ثُمَّ جَمَعْتُهَا إِلَى صَدْرِي فَوَالَّذِي بَعَثَهُ بِالْحَقِّ مَا نَسِيتُ مِنْ مَقَالَتِهِ تِلْكَ إِلَى يَوْمِي هَذَا وَاللَّهِ لَوْلَا آيَتَانِ فِي كِتَابِ اللَّهِ مَا حَدَّثْتُكُمْ شَيْئًا أَبَدًا
“Mereka berkata: “Sesungguhnya Abu Hurairah banyak meriwayatkan
hadits, dan di sisi Allah ada janji.” Mereka berkata: “Kenapa muhajirun
dan anshar tidak menyampaikan hadits seperti hadits-haditsnya.”
Sesungguhnya para saudaraku yang muhajirin tersibukkan dengan
kesepakatan dagang di pasar-pasar, dan saudaraku yang anshar tersibukkan
dengan pekerjaan harta (pertanian, peternakan) mereka. Dan adalaah
orang yang miskin, aku terus mendamingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam keadaan tenang dengan kondisi perutku, maka aku hadir di
saat orang-orang pada absen, aku menghafal di saat mereka terlupa. Dan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada suatu hari: “Tidak
seorangpun dari kalian yang menghamparkan pakaiannya sampai aku
menyelesaikan ucapanku ini kemudian dia melipatnya ke dadanya terlupa
akan ucapanku selamanya meski sedikit.” Maka aku menghamparkan pakaianku
yang bergari dan tidak ada yang melekat padaku kecuali itu sampai Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan sabdanya, kemudian aku
melipatnya ke dadaku. Maka demi Dzat yang mengutus beliau dengan al-haq
tidaklah aku lupa akan sabda beliau itu sampai hari ini. Demi Allah
kalau bukan karena dua ayat dalam kitabullah tidaklah akau menyampaikan
hadits kepada kalian meski sedikit selamanya.”
إِنّ الّذِينَ يَكْتُمُونَ مَآ
أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيّنَاتِ وَالْهُدَىَ مِن بَعْدِ مَا بَيّنّاهُ
لِلنّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَـَئِكَ يَلعَنُهُمُ اللّهُ وَيَلْعَنُهُمُ
اللاّعِنُونَ إِلاّ الّذِينَ تَابُواْ وَأَصْلَحُواْ وَبَيّنُواْ
فَأُوْلَـئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التّوّابُ الرّحِيمُ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang diturunkan
dari keterangan dan petunjuk setelah Kami terangkan kepada manusia
dalam Al-Kitab mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah, dan
mereka dilaknat oleh para pelaknat. Kecuali orang-orang yang bertaubat
dan mengadakan perbaikan dan menjelaskan, maka mereka itulah yang Aku
terima taubat mereka dan adalah Aku Maha Menerima Taubat dan Maha
Penyayang.” (Al-Baqarah: 159-160)
Kesungguhan, kegigihan, semangat dan pengorbanan dari Abu Hurairah
–radhiyallahu ‘anhu-, semangat menuntut ilmu itu –wahai saudaraku di
jalan Allah Ta’ala-, akan mengantarkan kita kepada hasil yang besar yang
kita harapkan.
Dalam Ash-Shahih diriwayatkan dari hadits Abu Hurairah dia berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَسْمَعُ مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنْسَاهُ قَالَ ابْسُطْ رِدَاءَكَ فَبَسَطْتُهُ قَالَ فَغَرَفَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ ضُمَّهُ فَضَمَمْتُهُ فَمَا نَسِيتُ شَيْئًا بَعْدَهُ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mendengar dari engkau hadits
yang banyak namun aku melupakannya”. Beliau bersabda: “Hamparkan
selendangmu!” Maka aku menghamparkannya. Lalu beliau menciduk dengan
kedua tangan beliau kemudian bersabda: “Genggamlah!” Maka aku
menggenggamnya maka tidaklah aku lupa sesuatu setelahnya.”
Semangat yang kita butuhkan mengisyaratkan pada penuntut ilmu agar
kita memilki kemauan, semangat untuk meraih ilmu yang bermanfaat, selalu
dan terus-menerus maka akan datang hasilnya.
Abu Hurairah tidak sebatas hanya memiliki keterusan bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keterusan bersama guru itu
bisa jadi terjadi selama puluhan atau ratusan kali, namun jika bisa
terkumpul antara keterusan bersama guru, kesabaran dan semangat seorang
penuntut ilmu akan meraih kebaikan yang banyak bi idznillah.
Dan Abu Hurairah berkumpul padanya dua pekara keterusan dan bersabar
bersama guru dan semangat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi
saksi akan semangatnya mencari ilmu. Dalam Ash-Shahih dari hadits Abu
Hurairah berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
“Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling bahagia dengan
syafa’at engkau pada hari kiamat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Aku telah menyangka wahai Abu Hurairah, tiada seorangpun yang
bertanya akan hadits ini sebelum engkau, karena apa yang aku lihat akan
semaangatmu mendapatkan hadits. Orang yang paling bahagia dengan
syafa’atku pada hari kiamat orang yang berkata: “Tiada ilah yang benar
kecuali Allah” secar ikhlas dari kalbunya atau dari dirinya.”
Demikian terjadi pada banyak shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam wa radhiyallahu ‘anhum. Bersungguh-sungguh, semangat dan
berkorban.
Berikut terjemah Al-Qur’an dan tinta dari tinta-tinta umat ini yaitu
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendo’akannya:
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
“Ya Allah dalamkanlah pemahamannya dalam agama ini dan ajarkan padanya tafsir.”
Yaitu dengan Allah Ta’ala menambahkan kepadanya ilmu dan hikmah, dan
dia tidaklah hanya bersandar kepada do’a nabawy ini lalu duduk di
rumahnya. Bahkan dia semangat dan bersungguh-sungguh dan begadang (demi
ilmu) sampai dia menjadi ulama besar islam, mendalam dalam fiqih,
tafsir, aqidah, bahasa dan ilmu nasab, serta tentang hari-hari arab dan
selan itu.
Dari mana Ibnu ‘Abbas mendapatkan ilmu yang luas ini? Terwujud
padanya do’a nabawiyah, Allah mengabulkan do’a nabi-Nya Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun Ibnu ‘Abbas juga Allah menolongnya
untuk mengejar ilmu dan semangat meraihnya, memanfaatkan waktu dan
kesempatan sedang dia berada di zaman yang penuh menuntut ilmu yaitu
zaman pembesar shahabat. Ada Abu Bakar orang terbaik umat ini setelah
nabinya, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu Mas’ud, Ubay, Mu’adz dan
mereka-mereka para ulama besar.
Dan hal itu tidak memalingkan Ibnu ‘Abbas dari menuntut ilmu
sebagaimana terkadang terjadi pada sebagian kita. Ketike melihat adanya
ulama besar dan bahwa Allah Ta’ala telah memberikan manfaat dengan
mereka pada umat, negara dan masyarakat, lalu dia minder dan meremehkan
dirinya -dan pantas baginya untuk meremehkan dirinya- namun peremehan
dirinya ini bukn pada tempatnya. Dia meremehkan dirinya kemudian
menyebabkan dirinya tidak berusaha meraih ilmu dan berkata:
Alhamdulillah.
Wahai saudaraku, ulama boleh jadi sekarang hidup, namun bisa jadi
besok meninggal, dan harus ada orang yang menggantikan mereka pada umat
ini dalam ilmunya. Jika penghamba dunia semangat untuk mengadakan orang
yang mengganti posisi mereka dalam semua bidang, dalam ketentaraan,
penerbangan, kedokteran, dan teknologi sampai tingkatan sihir sekalipun
diperhatikan, sebagaimana dalam hadits yang shahih dalam kisah anak
dengan penyihir dan raja.
Lalu bagaimana dengan ilmu syari’at, jika tidak ada perhatian dari
umat, maka ia akan hilang dan habis tidak akan tersisa lagi silsilah
sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu ‘Abbas di
dalam hadits yang masyhur di sisi kalian tidaklah bersandar dan
menyerah, namun dia melihat dengan pandangan yang jauh ke depan.
Ad-Darimy meriwayatkan, dan Ahmad dalam Al-Fadha’il, dan Ibnu Sa’d dan
selain mereka dari hadits Ibnu ‘Abbas dia berkata: “Ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat aku berkata kepada seorang pemuda
anshar: “Marilah wahai fulan, kita menuntut ilmu. Sesungguhnya para
shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup”. Dia
menjawab: “Sungguh aneh engkau wahai Ibnu ‘Abbas, engkau lihat manusia
butuh kepadamu sementara di antara mereka ada shahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Ibnu ‘Abbas berkata: “Maka aku
tinggalkan dia dan aku mengejar menuntut ilmu, jika ada hadits yang
sampai kepadaku dari seorang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dan dia telah mendegarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka aku datangi dia dan aku duduk di depan pintu rumahnya lalu
angin menrepa wajahku. Lalu shahabat tersebut berkata kepadaku: “Wahai
anak paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang membuatmu
datang kemari? Apa kebutuhanmu?” Aku katakan: “Suatu hadits sampai
kepadaku yang engkau riwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” Maka dia berkata: “Tidakkah engkau utus seseorang kepadaku?”
Maka aku katakan: “Aku yang lebih pantas untuk mendatangimu.” Kemudian
Ibnu ‘Abbas berkata: “Maka orang anshar tadi masih dlam kondisinya
sehingga manusia berkumpul kepadaku, makaa dia berkata: “Pemuda ini
lebih berakal dari pada aku.”
Kenapa demikian? Karena para pembesar dari shahabat (yang anshary
tadi beralasan dengan keberadaan mereka), mereka itu meninggal.
{ إِنّكَ مَيّتٌ وَإِنّهُمْ مّيّتُونَ }
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mengalami kematian dan mereka juga akan mati.” (Az-Zumar: 30)
Kematian mesti datang kepada setiap jiwa, berapapun umur seseorang,
mesti dia akan sampai pada kematian. Kesungguhan ini pada diri Ibnu
‘Abbas pada dirinya bersama para muridnya. Demikian pula yang kita
contoh dari ulama dan masyayikh kita, mereka bersungguh-sungguh pada
diri mereka dan mereka semangat untuk mendorong murid-murid mereka.
Demikian pula Ahlus sunnah di setiap tempat berada dalam koridor nasehat
ini untuk diri mereka, saudara mereka dan murid mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar